Friday 16 February 2018

TEORI EMPLOYEE ENGAGEMENT




A.Employee Engagement (Keterikatan Karyawan)
1.     Definisi Employee Engagement
Istilah employee engagement pertama kali dipopulerkan oleh Kahn (1990), ia menyatakan bahwa employee engagement sebagai keterikatan anggota organisasi dengan organisasi itu sendiri bukan hanya secara fisik, kognitif tetapi bahkan secara emosional dalam hal kinerjanya (Albrecht, 2010). Walaupun sebetulnya sudah ada konsep serupa seperti komitmen organisasi (Allen & Meyer, 1991), kepuasan kerja yang sudah lebih dahulu ada (Meyer dkk., dalam Albrecht, 2010). Memang istilah employee engagement belakangan ini dipopulerkan oleh Gallup Consultant dengan berbagai hasil survey-nya. Walaupun beberapa ahli masih memperdebatkan definisi employee engagement masih tumpang tindih dengan konsep lainnya. Namun ada satu benang merah yang disepakati bahwa employee engagement sangat penting dalam organisasi dan sangat erat kaitannya dengan kinerja.

Employee engagement merupakan rasa keterikatan secara emosional dengan pekerjaan dan organisasi, termotivasi dan mampu memberikan kemampuan terbaik karyawan untuk membantu sukses dari serangkaian manfaat nyata bagi organisasi dan individu (McLeod, 2009). Menurut Wellins dan Concelman (2004) menyebutkan employee engagement sebagai kekuatan ilusi yang memotivasi pekerja ke level performa lebih tinggi (Kulaar, 2008). Menurut Kahn (1990) employee engagement merupakan bentuk multidimensional dari aspek emosi, kognitif, dan fisik karyawan yang saling terikat (Saks, 2006). Rothbar (2001) mengemukakan pula penjelasan tentang keterikatan sebagai suatu konstruk motivasional yang memiliki dua dimensi yang meliputi attention (ketersediaan kognitif seseorang untuk memikirkan peran kerjanya dalam suatu periode waktu) dan penghayatan (intensitas seseorang dalam memfokuskan diri pada peran kerjanya (Saks, 2006).
Organisasi yang terikat memiliki kekuatan dan nilai otentik, dengan bukti yang jelas dari kepercayaan dan keadilan yang didasarkan pada saling menghormati, di mana keduanya memiliki janji dan komitmen antara employer dan employee yang dipahami dan terpenuhi, (McLeod, 2009). Schaufeli & Bakker (2010) mendefinisikan employee engagement sebagai sikap yang positif, penuh makna, dan motivasi, yang dikarakteristikkan dengan vigor, dedication, dan absorption. Vigor dikarakteristikkan dengan tingkat energi yang tinggi, resiliensi, keinginan untuk berusaha, dan tidak menyerah dalam menghadapi tantangan. Dedication ditandai dengan merasa bernilai, antusias, inspirasi, berharga dan menantang. Absorption ditandai dengan konsentrasi penuh terhadap suatu tugas, (Schaufeli & Bakker, 2010).
Dari berbagai definisi yang dikemukakan oleh beberapa tokoh di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa employee engagement adalah sebagai sikap yang positif yang dimiliki karyawan dengan penuh makna, dan energi motivasi yang tinggi, resiliensi dan keinginan untuk berusaha, dan tidak menyerah dalam menghadapi tantangan dengan konsentrasi penuh terhadap suatu tugas yang disesuaikan dengan nilai dan tujuan organisasi.

2.     Dimensi employee engagement
Dimensi dari employee engagement terdiri dari tiga (Schaufeli & Bakker, 2003), yaitu:
a. Aspek Vigor
Vigor merupakan aspek yang ditandai dengan tingginya tingkat kekuatan dan resiliensi mental dalam bekerja, keinginan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh di dalam pekerjaan, gigih dalam menghadapi kesulitan (Schaufeli & Bakker, 2003).
b. Aspek Dedication
Aspek dedication ditandai oleh suatu perasaan yang penuh makna, antusias, inspirasi, kebanggaan dan menantang dalam pekerjaan. Orang-orang yang memiliki skor dedication yang tinggi secara kuat mengidentifikasikan pekerjaan karyawan karena menjadikannya pengalaman berharga, menginspirasi dan menantang. Karyawan biasanya merasa antusias dan bangga terhadap pekerjaan yang di lakukan. Sedangkan skor rendah pada dedication berarti tidak mengidentifikasi diri dengan pekerjaan karena karyawan tidak memiliki pengalaman bermakna, menginspirasi atau menantang, terlebih lagi merasa tidak antusias dan bangga terhadap pekerjaan (Schaufeli dan Bakker, 2003).
c. Aspek Absorption
Aspek absorption ditandai dengan adanya konsentrasi dan minat yang mendalam, tenggelam dalam pekerjaan, waktu terasa berlalu begitu cepat dan individu sulit melepaskan diri dari pekerjaan sehingga dan melupakan segala sesuatu disekitarnya, (Schaufeli & Bakker, 2003). Orang-orang yang memiliki skor tinggi pada absorption biasanya merasa senang perhatiannya tersita oleh pekerjaan, merasa tenggelam dalam pekerjaan dan memiliki kesulitan untuk memisahkan diri dari pekerjaan. Akibatnya, apapun yang ada di sekitarnya terlupa dan waktu terasa berlalu cepat. Sebaliknya, orang dengan skor absorption yang rendah tidak merasa tertarik dan tidak tenggelam dalam pekerjaan, tidak memiliki kesulitan untuk berpisah dari pekerjaan dan karyawan tidak lupa segala sesuatu di sekitar karyawan, termasuk waktu (Schaufeli & Bakker, 2003).

Menurut Macey, Schneider, Barbera & Young (2009) employee engagement mencakup 2 dimensi penting, yaitu:
a. Employee engagement sebagai energi psikis
Karyawan merasakan pengalaman puncak (peak experience) dengan berada di dalam pekerjaan dan arus yang terdapat di dalam pekerjaan tersebut. Employee engagement merupakan keseriusan ketika larut dalam pekerjaan (immersion), perjuangan dalam pekerjaan (striving), penyerapan (absorption), fokus (focus) dan juga keterlibatan (involvement).
b. Employee engagement sebagai energi tingkah laku:
Employee engagement terlihat oleh orang lain dalam bentuk tingkah laku yang berupa hasil. Tingkah laku yang terlihat dalam pekerjaan berupa:
1)     Karyawan akan berfikir dan bekerja secara proaktif, akan mengantisipasi kesempatan untuk mengambil tindakan dan akan mengambil tindakan dengan cara yang sesuai dengan tujuan organisasi.
2)    Karyawan yang terikat tidak terikat pada “job description”, karyawan fokus pada tujuan dan mencoba untuk mencapai secara konsisten mengenai kesuksesan organisasi.
3)  Karyawan secara aktif mencari jalan untuk dapat memperluas kemampuan yang dimiliki dengan jalan yang sesuai dengan visi dan misi perusahaan.
4)  Karyawan pantang menyerah walau dihadapkan dengan rintangan atau situasi yang membingungkan.
Menurut Watson (dalam Novianto 2012) keteterikatan karyawan mengacu pada hubungan yang luas dan mendalam antara orang dan organisasi. Keterikatan memainkan peran penting dalam lingkungan bisnis. Dapat didefinisikan, employee engagement meliputi 3 dimensi yaitu :
a.     Rational : karyawan memahami dengan baik peran dang tanggung jawab karyawan.
b.     Emotional : seberapa banyak gairah/antusias karyawan untuk bekerja dan antusias terhadap organisasi karyawan.
c.     Motivational : karyawan bersedia berkontribusi dengan berusaha dan bekerja sesuai peran karyawan masing-masing dengan baik.
         Dari berbagai dimensi yang telah di kemukakan oleh berbagai tokoh, peneliti menentukan dimensi yang di kemukakan oleh Schaufeli & Bakker (2003) yang menyebutkan bahwa ada 3 dimensi pembentuk employee engagement yaitu : aspek virgo, aspek dedication dan aspek absorption.


3.     Faktor-faktor yang Mempengaruhi Employee engagement
Faktor-faktor yang membuat karyawan merasa terikat (BlessingWhite, 2011) adalah sebagai berikut:
a. Individuals (I): Ownership, Clarity, and Action.
Individu perlu mengetahui apa yang karyawan inginkan, apa kebutuhan organisasi, dan kemudian mengambil tindakan untuk mencapai kedua hal tersebut. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Maslach, Schaufelli, dan Leiter (2001) bahwa employee engagement dikarakteristikkan dengan kekuatan, dedikasi dan kesenangan dalam bekerja (Kulaar, 2008). Keterikatan dasarnya persamaan individual. Hal ini mencerminkan hubungan yang unik pada setiap orang dengan pekerjaan. Para pemimpin dan manajer tidak dapat dan tidak harus memikul seluruh beban melibatkan tenaga kerja karyawan. Individu harus memiliki keterikatan, datang bekerja dengan motivator yang unik, minat, dan bakat (BlessingWhite, 2011).
2. Managers (M): Coaching, Relationships, and Dialogue.
Manajer harus memahami bakat masing-masing individu, kepentingan, dan kebutuhan dan kemudian mencocokkan karyawan dengan tujuan organisasi, sementara pada saat yang sama menciptakan hubungan interpersonal yaitu hubungan saling percaya. Manajer yang terikat juga mempengaruhi level employee engagement (Vazirani, 2007). Hubungan interpersonal yang saling mendukung dan membantu antar karyawan akan meningkatkan level keterikatan dari karyawan (Vazirani, 2007). Manajer harus mengendalikan keterikatan karyawan sendiri. Manajer harus memfasilitasi keterikatan sebagai persamaan yang unik bagi pekerja melalui pelatihan. Hal yang mempengaruhi atas kepuasan kerja di seluruh dunia adalah kesempatan untuk menggunakan bakat dan pengembangan karir, umpan balik kinerja yang spesifik dan kejelasan apa dan mengapa yang diperlukan oleh organisasi. Manajer harus menjaga dialog dengan baik dan jelas (BlessingWhite, 2011).
Menurut Schiemann (2011) banyak faktor yang mempengaruhi keterikatan kerja karyawan. factor tersebut adalah Jaminan pekerjaan, perlakuan yang adil, kompensasi yang mencukupi, diperlakuan dengan penuh hormat dan bermartabat, stres (seperti konflik pekerjaan, keluarga, beban kerja dan target kinerja). Adanya komitmen timbal balik hak (konsekuensi positif perusahaan atas kinerja yang baik dari karyawan) yang tidak hanya mencakup upah atau benefit yang menarik, tetapi juga pengembangan keterampilan, budaya inovatif atau ketersediaan sumber daya tertentu yang memungkinkan karyawan untuk berkembang.
Schaufeli  dan Bakker (2004) menyatakan bahwa keterikatan kerja pada dasarnya dipengaruhi oleh dua hal yaitu model   JD-R (Job Demands Resources model) dan modal psikologis. Model JD-R meliputi aspek lingkungan fisik, sosial dan organisasi. Sedangkan modal psikologis terdiri dari efikasi diri (self-efficacy), harapan (hope), optimis (optimism) dan ketahanan (resilience).
Dari berbagai faktor yang mempengaruhi employee engagement di atas, sebagian besar menempatkan pada lingkungan kerja dan dukungan orgnisasi yang mendukung kinerja tinggi di organisasi sebagai pembentuk keterikatan pada karyawan.

No comments:

Post a Comment