Dewasa
ini setiap organisasi dihadapkan pada berbagai tantangan dalam menjalankan
bisnisnya. Tantangan-tantangan tersebut datang dari berbagai aspek mulai dari
aspek ekonomi, sosial, politik, budaya dan terutama aspek teknologi dan
berbagai tantangan tersebut pada akhirnya memaksa setiap organisasi untuk dapat
bersaing dengan organisasi lain agar tetap bertahan dalam menjalankan setiap
bisnisnya (Cintya, 2012). Hal
yang paling penting dan utama dalam sebuah organisasi adalah karyawannya.
Karyawan merupakan kunci penting dalam mengghadapi persaingan dan
mempertahankan kelangsungan hidup organisasi. Zaman yang semakin hari semakin
berkembang, dimana generasi-generasi baru mulai lahir dengan karakteristik
tertentu menyebabkan organisasi harus berpikir keras dalam menghadapi kelahiran
generasi-generasi tersebut. Hal ini disebabkan karena perbedaan karakteristik
yang dimiliki oleh generasi tersebut. Oleh karena itu, dalam memperlakukannya
diperlukan cara yang berbeda pula.
Saat
ini dalam dunia organisasi ada beberapa kelompok generasi diantaranya adalah
generasi X, Y dan Z. Dimana generasi tersebut di kelompokan berdasarkan tahun
lahir. Generasi X adalah generasi yang lahir antara tahun 1965-1981, generasi Y
adalah generasi yang lahir antara tahun 1982-1993 dan generasi Z adalah
generasi yang lahir 1994-1998 (Triman, 2016). Era talent saat ini adalah
Generasi Y atau sering disebut sebagai generasi internet, di mana
mempunyai karakter bergerak dengan cepat, seringkali tidak sabar,
kreatif, dan menuntut. Sedangkan Generasi X cenderung menunjukkan kewirausahaan
yang kuat dan memahami teknologi (Fatimah, dkk., 2015). Dalam sebuah penelitian generasi Y memiliki
tingkat stress sebesar 41% sedangkang generasi Z memiliki tingkat stress
sebesar 54%, kemudian untuk tingkat keinginan mendapatkan pekerjaan yang lebih
baik generasi Y memiliki keinginan sebesar 37% dan generasi Z memiliki
keinginan sebesar 48% (Randstad, 2014). Dari hasil penelitian tersebut dapat di
lihat banyak perbedaan antar generasi. Angkatan kerja saat ini ternyata di
dominasi oleh gen X dan Y. Dengan karakteristik gen Y yang tidak sabar, tidak
mau rugi dan banyak menuntut ( Triman, 2016). Saat ini angkatan kerja Y dan Z
sudah mulai banyak dengan karakter yang lebih banyak menuntut dan sering
berpindah-pindah pekerjaan dengan berbagai alasan.
Organisasi membutuhkan karyawan yang tidak
saja memiliki tingkat kepuasan dan loyalitas yang tinggi. Namun juga di ikuti
dengan sikap positif yang dikenal dengan engagement (keterikatan). Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Lockwood (2007), karyawan yang terikat merupakan aset yang berharga bagi organisasi. Karyawan
yang memiliki level/tingkat keterikatan
yang tinggi baik pada organisasi domestik maupun global akan
meningkatkan retensi, memperkuat loyalitas dan meningkatkan performance organisasi
(Titien, 2016). Intensitas hubungan karyawan dengan perusahaan memang dapat
menggambarkan kondisi psikologis karyawan terhadap perusahaan. Kondisi
psikologis yang positif akan berbanding lurus dengan kinerja karyawan. Karyawan
akan secara sadar memberikan kinerja terbaik dari dirinya kepada perusahaan
jika mereka juga mendapatkan hal-hal yang dapat membuat mereka puas.
Penelitian
lain juga menemukan bahwa employee
engagement (keterikatan karyawan)
berpengaruh signifikan dan positif terhadap OCB. dilihat dari
koefisien regresi variabel Employee engagement sebesar 0,545 yang
menunjukan Employee engagement berpengaruh signifikan terhadap OCB
(Cendani, 2015). dan juga Employee engagement juga dapat mempengaruhi kepuasan kerja sesuai dengan penelitian yang di
lakukan Lamidi (2010) yang menujukan bahwa employee engagement berpengaruh
signifikan terhadap kepuasan kerja.
Hubungan
timbal-balik antara karyawan dan perusahaan ini yang menjadi perhatian dari
perusahaan. Perusahaan akan sedapat mungkin menjaga hubungan ini tetap pada
kondisi yang baik. Ketika karyawan merasa bahwa kondisi hubungan mereka dengan
perusahaan berada kondisi baik karyawan akan memberikan yang terbaik bagi
perusahaan. Hal-hal yang menjadi fokus perusahaan dalam mengelola perusahaan
adalah pada faktor-faktor yang berpengaruh pada kondisi psikologis karyawan.
Maka ketika karyawan sudah berkomitmen pada suatu organisasi berarti perusahaan
sudah mampu memberikan hal-hal yang dibutuhkan dan diinginkan karyawan. Banyak
gagasan yang membicarakan tentang hubungan dua arah antara karyawan dengan
perusahaan dan pekerjaannya seperti job involvement, komitmen organisasi,
OCB dan Employee engagement (Cendani,
2015).
Employee engagement (keterikatan karyawan)
merupakan
salah satu konsep yang dikembangkan dari positive psychology dan positive
organizational behavior. Albrecht (2010) menggambarkan teori mengenai
hubungan dan keterlibatan yang terjadi erat secara fisik, kognitif dan emosional
antara seseorang dengan perannya dalam sebuah pekerjaan, yang kemudian disebut
sebagai employee engagement. Senada dengan definisi di atas, Federman
(2009) memandang employee engagement sebagai suatu tingkat dimana
seseorang memiliki komitmen terhadap sebuah organisasi sehingga dapat
menentukan bagaimana seseorang berprilaku dan seberapa lama dia akan bertahan
dengan posisinya tersebut.
Employee
engagement juga merupakan kunci keberhasilan dan
profitabilitas organisasi (Ott, 2007). Mengingat persaingan bisnis yang semakin
hari semakin ketat, yang kemudian mengakibatkan organisasi harus mengambil
tindakan-tindakan. Berbagai tindakan yang diambil pun, merupakan tindakan yang
dapat membawa nama organisasi lebih maju dan sukses dibandingkan dengan
kompetitor. Oleh karena itu, employee engagement merupakan suatu core
value yang harus dijaga dan dipelihara oleh organisasi agar dapat dikatakan
sukses (Titien, 2016). Dengan demikian sangat penting untuk mencari
faktor-faktor yang mempenaruhi employee engagement.
Employee engagement Indonesia tertinggi di antara sebelas Negara
di Asia Pacific. Perusahaan-perusahaan di Indonesia perlu bergerak cepat
untuk memanfaatkan tren peningkatan engagement karyawan. Employee
engagement pertama kali diperkenalkan oleh kelompok peneliti Gallup pada
2004. Employee engagement diklaim dapat memprediksikan peningkatan
produktivitas karyawan, profitabilitas, mempertahankan karyawan, kepuasan
konsumen serta keberhasilan bagi organisasi. Tren engagement karyawan di
Indonesia telah menunjukkan peningkatan yang stabil dalam skor engagement
yang ditunjukkan oleh peningkatan yang konsisten dari 64% ke 71% selama 6 tahun
terakhir, ini adalah skor engagement tertinggi di antara 11 negara di
Asia Pasifik. Best employers di Indonesia mencapai tingkat pertumbuhan
4% lebih tinggi dari perusahaan lainnya, best employers di Indonesia
menikmati skor engagement secara signifikan lebih tinggi dari karyawan
mereka (89%) (Humancapital, 2014).
No comments:
Post a Comment